Aliran al-asy'ariah dan maturidiyah



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR.......................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................
ALIRAN AL ASY’ARIAH................................................................................ 1
Riwayat singkat Al asy’ariah................................................................................ 1
Tokoh-Tokoh Besar Aliran Asy’ariah................................................................... 2
Metode Asy’ariah   ...............................................................................................  2
Pandangan-pandangan asy’ariah........................................................................... 2
Doktrin-doktrin Teologi Al-asy’ari....................................................................... 4
Penyebaran Akidah Asy-'ariyah............................................................................ 4
Aliran Maturidiyah
Definisi Aliran Maturidiyah.................................................................................. 5
Sejarah Aliran Maturidiyah................................................................................... 5
Tokoh-Tokoh Dan Ajarannya................................................................................ 6
Doktrin-doktrin teologi Al-Maturidiah.................................................................. 6
Golongan-Golongan Dalam Al-Maturidiyah......................................................... 9
Pengaruh Al-Maturidi di dunia Islam....................................................................10
Perbedaan Antara Asy’ari Dan Al-Maturidi..........................................................10
Kesimpulan...........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 12





Aliran Al Asy’ari


   1.  Riwayat Singkat Al-Asy’ariah

         Nama lengkapnya ialah Abul Hasan Ali bin Isma’il bin Abi Basyar Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah Amir bin Abi Musa Al-Asy’ari1,seorang sahabat Rasulullah saw. Kelompok Asy’ariyah menisbahkan pada namanya sehingga dengan demikian ia menjadi pendiri madzhab Asy’ariyah.
         Abul Hasan Al-Asya’ariah dilahirkan pada tahun 260 H/874 M di Bashrah dan meninggal dunia di Baghdad pada tahun 324 H/935 M, ketika berusia lebih dari 40 tahun.
Ia berguru kepada Abu Ishaq Al-Marwazi, seorang fakih madzhab Syafi’i di Masjid Al-Manshur, Baghdad. Ia belajar ilmu kalam dari Al-Jubba’i, seorang ketua Muktazilah di Bashrah.
       Al-Asy’ari yang semula berpaham Mu’tazilah akhirnya berpindah menjadi Ahli Sunnah. Sebab yang ditunjukkan oleh sebagian sumber lama bahwa Abul Hasan telah mengalami kemelut jiwa dan akal yang berakhir dengan keputusan untuk keluar dari Muktazilah. Sumber lain menyebutkan bahwa sebabnya ialah perdebatan antara dirinya dengan Al-Jubba’i seputar masalah ash-shalah dan ashlah (kemaslahatan).
       Sumber lain mengatakan bahwa sebabnya ialah pada bulan Ramadhan ia bermimpi melihat Nabi dan beliau berkata kepadanya, “Wahai Ali, tolonglah madzhab-madzhab yang mengambil riwayat dariku, karena itulah yang benar.” Kejadian ini terjadi beberapa kali, yang pertama pada sepuluh hari pertama bulan Ramadhan, yang kedua pada sepuluh hari yang kedua, dan yang ketika pada sepuluh hari yang ketiga pada  bulan Ramadhan. Dalam mengambil keputusan keluar dari Muktazilah, Al-Asy’ari   menyendiri selama 15 hari. Lalu, ia keluar menemui manusia mengumumkan taubatnya. Hal itu terjadi pada tahun 300 H
      Al-Asy’ari menganut faham Mu’tazilah hanya sampai ia berusaha 40 tahun. Setelah itu, secara tiba-tiba ia mengumumkan di hadapan jamaah masjid bashrah bahwa dirinya telah meninggalkan faham Mu’tazilah dan menunjukkan keburukan-keburukannya2.

 
1 Abdul Rozak & Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, pustaka setia,2012,hlm 146
2 Ibid, hlm 147
   2.    Tokoh-Tokoh Besar Aliran Asy’ariah[1]

a.     Abu Hasan Al-Asy’ari
b.     Abu Bakar Al-Baqillani (403 H = 1013 M)
c.     Imam Al-Haramain (478 H = 1058 M)
d.    Al-Ghazali (505 H = 1111 M)
e.    Al-Syahrastani (548 H = 1153 M)
f.     Fakhr Al-Din Al-Razi (606 H=1209 M)
    
    3.    Metode Asy’ariah  
                                                                                                                                                Madzhab Asy’ari bertumpu pada al-Qur’an dan al-sunnah.Mereka mata teguh memegangi al-ma’sur. Bagi mereka ”Ittiba”lebih baik dari pada ibtida’ (Membuat bid’ah)..           
          Kaum asy’ariah tidak menolak akal, karena bagaimana mereka akan menolak akal  padahal Allah menganjurkan agar Ummat islam melakukan kajian rasional.             
         Pada prinsipnya kaum Asy’ariah tidak memberikan kebebasan sepenuhnya kepada akal seperti yang di lakukan kaum mu’tazilah, sehingga mereka tidak memenangkan dan menempatkan akal di dalam naql (teks agama). Akal dan naql saling membutuhkan, naql bagaikan matahari sedangkan akal laksana mata yang sehat dengan akal kita akan bisa meneguhkan naql dan membela agama.
 
    4.     Pandangan-pandangan asy’ariah       
 
      Adapun pandangan-pandangan Asy’ariyah yang berbeda dengan Muktazilah, di antaranya ialah:
  a.Bahwa Tuhan mempunyai sifat  Mustahil kalau Tuhan mempunyai sifat,          
     seperti yang melihat, yang mendengar, dan sebagainya, namun tidak dengan     
      cara seperti yang ada pada makhluk. Artinya harus ditakwilkan lain.
  b. Al-Qur’an itu qadim, dan bukan ciptaan Allah, yang dahulunya tidak ada.
  c.
Tuhan dapat dilihat kelak di akhirat, tidak berarti bahwa Allah itu adanya karena   
      diciptakan.
 d. Perbuatan-perbuatan manusia bukan aktualisasi diri manusia, melainkan     
      diciptakan oleh Tuhan.
 e.  Keadilan Tuhan terletak pada keyakinan bahwa Tuhan berkuasa mutlak  
      dan berkehendak mutlak. Apa pun yang dilakukan Allah adalah adil.
      Mereka menetang konsep janji dan ancaman (al-wa’d wa al-wa’id).
  f.  Mengenai anthropomorfisme, yaitu memiliki atau melakukan sesuatu  
      seperti yang dilakukan makhluk, jangan dibayangkan bagaimananya,
      melainkan tidak seperti apa pun.
  g. Menolak konsep tentang posisi tengah (manzilah bainal manzilataini) tidak ada    
      kafir. Harus dibedakan antara iman, kafir, danperbuatan.

   Berkenaan dengan lima dasar pemikiran Muktazilah, yaitu keadilan, tauhid, melaksanakan ancaman, antara dua kedudukan, dan amar maksruf nahi mungkar, hal itu dapat dibantah sebagai berikut:

-          Arti keadilan, dijadikan kedok oleh Muktazilah untuk menafsirkan takdir. Mereka berkata, “Allah tak mungkin menciptakan keburukan atau memutuskannya. Karena kalau Allah menciptakan mereka lalu menyiksanya, itu suatu kezaliman. Sedangkan Allah Maha-adil, tak akan berbuat zalim.

-          Adapun tauhid, mereka jadikan kedok untuk menyatakan pendapat bahwa Al-Qur’an itu makhluk. Karena kalau ia bukan makhluk, berarti ada beberapa sesuatu yang tidak berawal. Konsekuensi pondasi berpikir mereka yang rusak ini bahwa ilmu Allah, kekuasaan-Nya, dan seluruh sifat-Nya adalah makhluk. Sebab kalau tidak akan terjadi kontradiksi.   

-          Ancaman menurut Muktazilah, kalau Allah sudah memberi ancaman kepada sebagian hamba-Nya, Dia pasti menyiksanya dan tak mungkin mengingkari janji-Nya. Karena Allah selalu memenuhi janji-Nya. Jadi, menurut mereka, Allah tak akan memafkan dan memberi ampun siapa saja yang  Dia kehendaki.

-          Adapun yang mereka maksud dengan di antara dua kedudukan bahwa orang yang melakukan dosa besar tidak keluar dari keimanan, tapi tidak terjerumus pada kekufuran. Sedangkan konsep amar makruf nahi mungkar menurut Muktazilah ialah wajib menyuruh orang lain dengan apa yang diperintahkan kepada mereka. Termasuk kandungannya ialah boleh memberontak kepada para pemimpin dengan memeranginya apabila mereka berlaku zalim

    5.    Doktrin-doktrin Teologi Al-asy’ari

            Formulasi pemikiran Al-asy’ari secara esensial menampilkan sebuah upaya sintesis antara formulasi ortodoks ekstrim di satu sisi dan Mu’tazilah di sisi lain. Corak pemikiran yang sintesis ini, menurut watt barang kali di pengaruhi teologi ullabiah (teologi sunni yang di pelopori ibnu kullab)4.

      6.   Penyebaran Akidah Asy-'ariyah                                                                                 Akidah ini menyebar luas pada zaman Wazir Nizhamul Muluk pada dinasti Bani Saljuq dan seolah menjadi akidah resmi negara. Paham Asy’ariyah semakin berkembang lagi pada masa keemasan  Madrasah An-Nidzamiyah, baik yang ada di Baghdad maupun di kota Naisabur. Madrasah Nizhamiyah yang di Baghdad adalah Universitas terbesar di dunia. Didukung oleh para petinggi negeri itu seperti Al-Mahdi bin Tumirat dan Nuruddin  Mahmud Zanki serta sultan Shalahuddin Al-Ayyubi.
             Juga didukung oleh sejumlah besar ulama, terutama para fuqaha Mazhab Asy-Syafi'i dan Mazhab Al-Malikiyah periode akhir-akhir. Sehingga wajar sekali bila dikatakan bahwa akidah Asy'ariyah ini adalah akidah yang paling populer dan tersebar di seluruh dunia.

















 
4 Abdul Rozak & Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, pustaka setia,2012, hlm 147

                                              





                                              Aliran Maturidiyah

    1.    Definisi Aliran Maturidiyah

      Berdasarkan buku Pengantar Teologi Islam, aliran Maturidiyah diambil dari nama pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad bin Muhammad. Di samping itu, dalam buku terjemahan oleh Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib menjelaskan bahwa pendiri aliran maturidiyah yakni Abu Manshur al-Maturidi, kemudian namanya dijadikan sebagai nama aliran ini.
      Maturidiyah adalah aliran kalam yang dinisbatkan kepada Abu Mansur  al-Maturidi yang berpijak kepada penggunaan argumentasi dan dalil aqli kalami dalam membantah penyelisihnya seperti Mu’tazilah, Jahmiyah dan lain-lain untuk menetapkan hakikat agama dan akidah Islamiyyah. Sejalan dengan itu juga, aliran Maturidiyah merupakan aliran teologi dalam Islam yang didirikan oleh Abu Mansur Muhammad al-Maturidiyah dalam kelompok Ahli Sunnah  Wal Jamaah yang merupakan ajaran teknologi yang bercorak rasional.

   2.    Sejarah Aliran Al-Maturidi

         Abu
 Manshur Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi. Ia dilahirkan di sebuah kota kecil di daerah Samarkan yang bernama Maturid, di wilayah Trmsoxiana di Asia Tengah, daerah yang sekarang disebut Uzbekistan. Tahun kelahirannya tidak diketahui pasti, hanya diperkirakan sekitar pertengahan abad ke-3 hijriyah. Ia wafat pada tahun 333 H/944 M[2]. Gurunya dalam bidang fiqih dan teologi yang bernama Nasyr bin Yahya Al-Balakhi, ia wafat pada tahun 268 H.    
         Al-Maturidi hidup pada masa khalifah Al-Mutwakil yang memerintah pada tahun 232-274 H/847-861 M. Karir pendidikan Al-Maturidi lebih dikonsentrasikan untuk menekuni bidang teologi dari pada fiqih. Pemikiran-pemikirannya banyak dituangkan dalam bentuk  8 karya tulis, diantaranya adalah kitab Tauhid, Ta’wil Al-Qur'an Makhas Asy-Syara’I, Al-jald, dll. Selain itu ada pula karangan-karangan yang diduga ditulis oleh Al-Maturidi yaitu   Al-aqaid dan sarah fiqih.
       Al-Maturidiah merupakan salah satu sekte Ahli sunnah wal Jamaah, yang tampil dengan Asy’ariyah.Maturidiah dan Asy’ariyah di lahirkan oleh kondisi sosial dan pemikiran yang sama, kedua aliran ini datang untuk memenuhi kebutuhan mendesak yang menyerukan untuk menyelamatkan diri dari ekstriminasi kaum rasionalis,dimana yang berada di paling depan adalah kaum mu’tazilah,maupun ekstrimitas kaum tekstualitas di mana yang berada di barisan paling depan adalah kaum Hanabilah.

  
3.    Tokoh-Tokoh Dan Ajarannya

   Tokoh yang sangat penting dari aliran Al-Maturidiyah ini adalah Abu al-Yusr Muhammad al-Badzawi  yang lahir pada tahun 421 Hijriyah dan meninggal pada tahun 493 Hijriyah.Ajaran-ajaran Al-Maturidi yang  dikuasainya adalah karena neneknya adalah murid dari Al-Maturidi. 
   Al-Badzawi   sendiri   mempunyai   beberapa   orang   murid,   yang   salah  satunya adalah Najm al-Din  Muhammad  al-Nasafi  (460-537   H),  pengarang buku al-‘Aqa’idal Nasafiah.
 
Seperti Al-Baqillani dan Al-Juwaini, Al-Badzawi tidak pula selamanya  sepaham dengan Al-Maturidi. Antara kedua pemuka aliran Maturidiyah  ini, terdapat perbedaan paham sehingga boleh dikatakan bahwa dalam aliran Maturidiyah terdapat dua golongan, yaitu golongan Samarkand yang mengikuti paham-paham  Al-Maturidi dan golongan  Bukhara  yang mengikuti paham-paham Al-Badzawi.

    4.    Doktrin-doktrin teologi Al-Maturidiah
                                                                                                                                        
  a.
    Akal dan wahyu
       
        Dalam pemikiran teologinya, Al-Maturidi mendasarkan pada Al-Qur'an dan akal dalam bab ini ia sama dengan Al-asy’ari[3].  Menurut Al-Maturidi, mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal. Kemampuan akal dalam mengetahui dua hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat Al-Qur'an yang memerintahkan agar manusia menggunakan akal dalam usaha memperoleh pengetahuan dan keimanannya terhadap Allah melalui pengamatan dan pemikiran yang mendalam tentang makhluk ciptaannya7. Kalau akal tidak mempunyai kemampuan memperoleh pengetahuan tersebut, tentunya Allah tidak akan menyuruh manusia untuk melakukannya. Dan orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan mengenai Allah berarti meninggalkan kewajiban yang diperintah ayat-ayat tersebut. Namun akal menurut Al-Maturidi, tidak mampu mengetahui kewajiban-kewajiban lainnya.
  Dalam masalah baik dan buruk, Al-Maturidi berpendapat bahwa penentu baik dan buruk sesuatu itu terletak pada suatu itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan syari’ah hanyalah mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu. Dalam kondisi demikian, wahyu diperoleh untuk dijadikan sebagai pembimbing
   Jadi, yang baik itu baik karena diperintah Allah, dan yang buruk itu buruk karena larangan Allah. Pada konteks ini, Al-Maturidi berada pada posisi tengah dari Mutazilah dan Al-Asy’ari.

  b.
     Perbuatan manusia
     
      Menurut Al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Dalam hal ini, Al-Maturidi mempertemukan antara ikhtiar sebagai perbuatan manusia dan qudrat Tuhan sebagai pencipta perbuatan manusia[4].
       Dengan demikian tidak ada peretentangan antara Qudrat Tuhan yang menciptakan perbuatan manusia dan ikhtiar yang ada pada manusia. Kemudian karena daya diciptakan dalam diri manusia dan perbuatan yang di lakukan adalah perbuatan manusia sendiri dalam arti yang sebenarnya, maka tentu daya itu juga daya manusia.

  c.
    Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan
   
      Telah diuraikan di atas bahwa perbuatan manusia dan segala sesuatu dalam wujud ini, yang baik atau yang buruk adalah ciptaan Allah Swt. Menurut Al-Maturidi qudrat Tuhan tidak sewenang-wenang (absolut), tetapi perbuatan dan kehendak-Nya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya sendiri9.

  d.
    Sifat Tuhan
     Dalam hal ini faham Al-Maturidi cenderung mendekati faham mu
tazilah. Perbedaan keduanya terletak pada pengakuan Al-Maturidi tentang adanya sifat-sifat Tuhan, sedangkan mutazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan. Tuhan mempunyai sifat-sifat, seperti sama, bashar, kalam, dan sebagainya. Al-Maturidi berpendapat bahwa sifat itu tidak dikatakan sebagai esensi-Nya dan bukan pula lain dari esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu mulzamah (ada bersama/inheren) dzat tanpa terpisah (innaha lam takun ain adz-dzat wa la hiya ghairuhu). Sifat tidak berwujud tersendiri dari dzat, sehingga berbilangnya sifat tidak akan membawa kepada bilangannya yang qadim (taadud al-qadama)9.

   e.
   Melihat Tuhan
    Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan. Hal ini diberitahukan oleh Al-Qur'an, antara lain firman Allah dalam surat Al-Qiyamah ayat 22dan 23. namun melihat Tuhan, kelak di akherat tidak dalam bentuknya (bila kaifa), karena keadaan di akherat tidak sama dengan keadaan di dunia.

  f.
    Kalam Tuhan                                                                                                     
    Al-Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kalam nafsi (sabda yang sebenarnya atau kalam abstrak). Kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baharu (hadist). Kalam nafsi  tidak dapat kita ketahui hakikatnya bagaimana
Allah bersifat dengannya (bila kaifa) tidak di ketahui, kecuali dengan suatu perantara[5].

  g.Perbuatan manusia
    Menurut Al-Maturidi, tidak ada sesuatu yang terdapat dalam wujud ini, kecuali semuanya atas kehendak Tuhan, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri..

  h.
   Pelaku dosa besar
   Al-Maturidi berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat. Hal ini karena tuhan sudah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya.kekal di dalam neraka adalah balasan untuk orang yang berbuat dosa syirik.
Dengan demikian, berbuat dosa besar selain syirik tidak akan menyebabkan pelakunya kekal di dalam neraka. Oleh karena itu, perbuatan dosa besar (selain syirik) tidaklah menjadikan seseorang kafir atau murtad.

  i.
    Pengutusan Rasul
    Pandangan Al-Maturidi tidak jauh beda dengan pandangan mu’tazilah yang berpendapat bahwa pengutusan Rasul ke tengah-tengah umatnya adalah kewajiban Tuhan agar manusia dapat berbuat baik dan terbaik dalam kehidupannya.
  Pengutusan rasul berfungsi sebagai sumber informasi. Tanpa mengikuti ajarannya wahyu yang di sampaikan rasul berarti manusia telah membebankan sesuatu yang berada di luar kemampuannya kepada akalnya.
                                                                                                                                     
 5.    Golongan-Golongan Dalam Al-Maturidiyah

  a.  Maturidiyah Samarkand (al-Maturidi)
       Yang menjadi golongan ini adalah pengikut Al-maturidi sendiri, golongan ini cenderung  ke arah paham mu’tazilah, sebagaimana pendapatnya soal sifat-sifat Tuhan, maturidi dan  asy’ary terdapat kesamaan pandangan, menurut maturidi, tuhan mempunyai sifat-sifat,tuhan mengetahui bukan dengan zatnya, melainkan dengan pengetahuannya.
Aliran maturidi juga sepaham dengan mu’tazilah dalam soal al-waid wa al-waid. Bahwa  janji dan ancaman Tuhan, kelak pasti terjadi.

  b.   Maturidiyah bukhara (Al-Bazdawi)
    
   Golongan Bukhara ini dipimpin oleh Abu Al-yusr Muhammad Al-Bazdawi. Dia merupakan pengikut maturidi yang penting dan penerus yang baik dalam pemikirannya. Nenek Al-Bazdawi menjadi salah satu murid maturidi  dari orang tuanya, Al-Bazdawi  dapat menerima ajaran maturidi, dengan demikian yang di maksud golongan Bukhara  adalah pengikut-pengikut Al-Bazdawi di dalam aliran Al-maturidiyah, yang mempunyai pendapat lebih dekat kepada pendapat-pendapat Al-asy’ary.
  Aliran   Maturidiyah  Bukhara lebih dekat  kepada  Asy'ariyah  sedangkan   aliran Maturidiyah Samarkand   dalam   beberapa hal   lebih   dekat   kepada Mutazilah,terutama dalam  masalah  keterbukaan   terhadap peranan akal.
  Namun walaupun sebagai aliran maturidiyah. Al-Bazdawi tidak selamanya sepaham dengan maturidi.Ajaran-ajaran teologinya banyak dianut oleh sebagian umat Islam yang  bermazab Hanafi, dan pemikiran-pemikiran maturidiyah sampai sekarang masih hidup  dan berkembang dikalangan umat Islam.

 

6. Pengaruh Al-Maturidi di dunia Islam
 
                                                                                                                                   
  Aliran   al-Maturidiyah   ini  telah   meninggalkan   pengaruh   dalam dunia Islam. Hal ini bisa dipahami karena manhajnya yang memiliki ciri mengambil sikap tengah antara akal dan dalil naqli,   pandangannya yang  bersifat universal dalam menghubungkan masalah yang sifatnya juziy ke sesuatu yang kulliy. Aliran ini juga berusaha  menghubungkan antara fikir  dan  amal, mengutamakan pengenalan pada masalah-masalah yang diperselisihkan oleh banyak ulama  kalam  namun  masih berkisar pada satu pemahaman untuk dikritisi letak-letak kelemahannya.
  Keistimewaan   yang   juga  dimiliki   al-Maturidiyah   bahwa   pengikutnya   dalam perselisihan   atau   perdebatan   tidak   sampai   saling   mengkafirkan   sebagaimana   yang pernah terjadi dikalangan Khawarij, Rawafidh dan Qadariyah. Aliran ini selanjutnya banyak dianut oleh mazhab Hanafiyah.

  
7.  Perbedaan Antara Asy’ari Dan Al-Maturidi

1.  Tentang sifat Tuhan

  Pemikiran Asy`ariyah dan Maturidiyah memiliki pemahaman yang relatif sama. Bahwa Tuhan itu memiliki sifat-sifat tertentu. Tuhan Mengetahui dengan sifat Ilmu-Nya, bukan dengan zat-Nya Begitu juga Tuhan itu berkuasa dengan sifat Qudrah-Nya, bukan dengan zat-Nya.

2.
  Tentang Perbuatan Manusia

   Pandangan Asy`ariyah berbeda dengan pandangan Maturidiyah. Menurut Maturidiyah, perbuatan manusia itu semata-mata diwujudkan oleh manusia itu sendiri. Dalam masalah ini, Maturidiyah lebih dekat dengan Mu`tazilah yang secara tegas mengatakan bahwa semua yang dikerjakan manusia itu semata-mata diwujdukan oleh manusia itu sendiri.
                                                                                                                                     
3.
  Tentang Al-Quran

  Pandangan Asy`ariyah sama dengan pandangan Maturidiyah
,  keduanya sama-sama mengatakan bahwa Al-qur’an itu adalah Kalam Allah Yang Qadim. Mereka berselisih paham dengan Mu`tazilah yang berpendapat bahwa Al-Quran itu makhluq.

4.
  Tentang Kewajiban Tuhan

  Pandangan Asy`ariyah berbeda dengan pandangan Maturidiyah. Maturidiyah berpendapat bahwa Tuhan memiliki kewajiban-kewajiban tertentu. Pendapat Maturidiyah ini sejalan dengan pendapat Mu`tazilah.

5. Tentang Pelaku Dosa Besar

    Pandangan Asy`ariyah dan pandangan Maturidiyah sama-sama mengatakan bahwa seorang mukmin yang melakukan dosa besar tidak menjadi kafir dan tidak gugur ke-Islamannya. Sedangkan Mu`tazilah mengatakan bahwa orang itu berada pada tempat diantara dua tempat “Manzilatun baina manzilatain”.


6. Tentang Janji Tuhan

    Keduanya sepakat bahwa Tuhan akan melaksanakan janji-Nya. Seperti memberikan pahala kepada yang berbuat baik dan memberi siksa kepada yang berbuat jahat.

7. 
  Tentang Rupa Tuhan

   Keduanya sama-sama sependapat bahwa ayat-ayat Al-Qur’an yang mengandung
 informasi tentang bentuk-bentuk pisik jasmani. Az-Zubaidi menyatakan bahwa jika dikatakan Ahlus  Sunnah, maka yang dimaksud dengan mereka itu adalah Asy'ariyah dan Maturidiyah.
   Uraian di atas menjelaskan bahwa Asy’ariyah adalah ahlus sunnah wal jamaah itu sendiri. Pengakuan tersebut disanggah oleh Ibrahim Said dalam majalah Al-Bayan bahwa:

a.  Bahwa pemakaian istilah ini oleh pengikut Asy'ariyah dan Maturidiyah dan orang-orang yang terpengaruh oleh mereka sedikit pun tidak dapat merubah hakikat kebid'ahan dan kesesatan mereka dari Manhaj Salafus Shalih dalam banyak sebab.

b.  Bahwa penggunaan mereka terhadap istilah ini tidak menghalangi kita untuk menggunakan dan menamakan diri dengan istilah ini menurut syar'i dan yang digunakan oleh para ulama Salaf. Tidak ada aib dan cercaan bagi yang menggunakan istilah ini.

   8.       Kesimpulan

Kelompok Asy’ariyah dan Al-maturidi muncul karena ketidakpuasan Abul Hasan Al-Asy’ari dan Abu Manshur Muhammad ibnu  Mahmud Al-Maturidi terhadap argumen dan pendapat-pendapat yang dilontarkan oleh kelompok Muktazilah. Dalam perjalannya, Asy’ari sendiri mengalami tiga periode dalam pemahaman akidahnya, yaitu Muktazilah, kontra Muktazilah, dan Salaf.
  Antara Asy’ariyah dan Maturidiyah sendiri memiliki beberapa perbedaan, di antaranya ialah dalam hal-hal sebagai berikut: Tentang sifat Tuhan, tentang perbuatan manusia, tentang Al-Qur’an, kewajiban tuhan, Pelaku dosa besar, Rupa Tuhan, dan juga janji Tuhan.
 
Pokok-pokok ajaran Al-Maturidiyah pada dasarnya memiliki banyak kesamaan dengan aliran  al-Asy'ariyah  dalam merad pendapat-pendapat  Mu'tazilah.              
Perbedaan yang muncul bisa dikatakan hanya dalam penjelasan ajaran mereka  atau dalam masalah cabang.
   Pemikiran-pemikiran al-Maturidi jika dikaji lebih dekat, maka akan didapati bahwa al-Maturidi memberikan otoritas yang lebih besar kepada akal manusia dibandingkan dengan Asy’ari
, namun demikian di kalangan Maturidiah sendiri ada dua kelompok yang juga memiliki kecenderungan pemikiran yang berbeda yaitu kelompok Samarkand yaitu pengikut-pengikut al-Maturidi sendiri yang paham-paham
teologinya lebih dekat kepada paham Mu’tazilah dan kelompok Bukhara yaitu pengikut al-Bazdawi yang condong kepada Asy’ariyah.













    
DAFTAR PUSTAKA

Abu Zahrah Imam Muhammad, Aliran politik dan aqidah dalam Islam, cetak 1,  
                     pustaka, Jakarta 1996
Rozak,Abdul,dan Rosihon Anwar, 2014,Ilmu Kalam,Bandung:CV Pustaka  Setia
Ibrahim, Aliran dan Teori filsafat Islam, Bumi Aksara,Jakarta,1995
Abdurrahman Badawi, Mazhab Al-Islamiyyin, (Dar Ilmi lil Al-Malayin, 1984),
Rahman,Taufik,2013,Tauhid Ilmu Kalam, Bandung:CV Pustaka 


3Taufik Rahman, tauhid ilmu kalam, pustaka setia,2013,hlm 220
5H.A.R Gibb, The Encyclopedia Of slam,1960, hlm 101

6 Abdul Rozak & Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, pustaka setia,2012, hlm 151
7ibid, hlm 151

8 Abdul Rozak & Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, pustaka setia,2012, hlm 152
9ibid, 153
9Nasution, op. cit, hlm 113
10Mahmud Qasim, Fi ‘Ilm Al-Kalam, 1969, hlm 70

Share this

Related Posts

Latest
Previous
Next Post »